Tugas IV Perencanaan Wilayah Pesisir dan
Terpadu
Nama : Nopia Santri Situmeang
NPM : E1I013030
#ILMUKELAUTANUNIVERSITASBENGKULU
1.
Buatlah
dan jelaskan matriks kesesuaian untuk budidaya perikanan atau ekowisata !
Apa itu matrik kesesuaian???
Matrik kesesuaian merupakan salah satu
metode dari analisis kesesuaian disusun berdasarkan kepentingan setiap
parameter untuk mendukung kegiatan pada suatu daerah tersebut.
Berikut saya dapatkan referensi dari
sebuah penelitian tentang matrik kesesuaian ekowisata mangrove dan perikanan
D. Analisis
Kesesuaian Ekowisata Mangrove
Berdasarkan hasil yang didapatkan bahwa
analisis kesesuaian ekowisata mangrove di Pulau Kapota pada stasiun I (Tabel 19)
.
Tabel 19.
Kategori Tingkat Kasesuaian Lahan Pada Stasiun 1
No
|
Parameter
|
Bobot
|
Hasil Penelitian
|
Skor
|
Bobot x skor
|
1
|
Jenis mangrove
|
0.182
|
4 jenis
|
3
|
0.545
|
2
|
Biota
di atas pohon
|
0.164
|
Burung,
insekta, biawak,kadal dan angrek
|
4
|
0.655
|
3
|
Biota di dalam air
|
0.145
|
Ikan, moluska,crustacean, sponge dan ubur-ubur
|
4
|
0.582
|
4
|
Kondisi kegiatan
|
0.127
|
Memancing, memasang jaring(bubu), wisata dan
budidaya rumput laut.
|
4
|
0.509
|
5
|
Ketebalan mangrove
|
0.109
|
46-79 m
|
2
|
0.218
|
6
|
Kerapatan mangrove
|
0.091
|
16-21 ind/m2
|
4
|
0.364
|
7
|
Aksesibilitas
|
0.073
|
Kapal,
speet boat dan ojek roda dua
|
3
|
0.218
|
8
|
Kegiatanmasyarakat
|
0.055
|
Festifal budaya (Kabuenga) , makanan
tradisional(makanan khas dari mangrove), Rumah adat dan kerajinan (tenunan)
|
4
|
0.218
|
9
|
Pasut
|
0.036
|
140,33
cm
|
3
|
0.505
|
10
|
Sedimen
|
0.018
|
Pasir kasar, pasir sedang dan pasir halus
|
4
|
0.073
|
Total skor
|
1
|
3.491
|
|||
Skor Tertinggi
|
4
|
||||
Nilai Skor Hasil Evaluasi (%)
|
87,26 %
|
Sistem pembobotan kesesuaian untuk ekowisata mangrove, dilakukan dengan pertimbangan parameter
kesesuaian yang yang di susun berdasarkan minat pengunjung (Tabel 19).
Berdasarkan hasil penelitian pada stasiun I bahwa jenis mangrove di Pulau
Kapota terdiri dari 4 jenis yaitu Bruguiera
gymnorhiza, Xylocarpus granatum,
Xylocarpus
moluccensis, Sonneratia alba dengan bobot 0,182 dan memiliki skor yaitu 3 sehingga dapat digolongkan kedalam kategori S2 (
sesuai). Hal ini berdasarkan tabel
kesesuaian ekowisata mangrove yang menyatakan bahwa kategori 3-5 jenis tergolong dalam kategori sesuai dengan nilai
0.545. Banyaknya jenis mangrove yang di
jumpai pada stasiun I menunjukan hanya ke empat jenis yaitu Bruguiera gymnorhiza, Xylocarpus
granatum, Xylocarpus moluccensis dan Sonneratia alba yang dapat beradaptasi dengan kondisi lingkungan dan jenis
tanah. Semakin banyak komposisi jenis mangrove maka pengunjung
dapat mengetahui jenis-jenis mangrove yang ada di Pulau Kapota.
Berdasarkan hasil penelitian yang didapatkan pada stasiun I jenis biota yang berada diatas pohan adalah
termasuk dalam kategori S2 (sesuai) dengan bobot 0.164 dan skor 4 sehingga
memiliki nilai 0.655. Biota yang didapatkan pada lokasi penelitian terdiri dari
5 jenis yaitu burung, insekta, kadal, biawak dan angrek. Hal ini berdasarkan
pada matrik kesesuaian ekowisata mangrove yang masuk kategori sesuai memiliki 4
jenis. Selain itu juga berdasakan penelitian sebelumnya oleh Rafika, (2011)
menyatakan bahwa terdapat jenis burung yang endemik yang berasosiasi dengan
ekosistem mangrove (Tabel 11) sehingga dapat menjadi modal untuk objek ekowisata
khusnya ekowisata mangrove. Selain itu juga terdapat 2 jenis angrek hutan mangrove yang berasosiasi dengan mangrove.
Berdasarkan tabel matriks kesesuaian ekowisata mangrove bahwa biota yang
terdapat di bawah air termasuk dalam kategori
S2 (sesuai) dengan nilai 0.582. Biota yang didapatkan pada lokasi penelitian
yaitu tersdiri dari 5 jenis yaitu Ikan, moluska,crustacea, sponge
dan ubur-ubur dengan bobot 0.145 dan skor.
Banyaknya organisme yang berasosiasi pada ekosistem mangrove menunjukan
tingginya keanekaragaman jenis biota pada ekosistem mangrove.
Berdasarkan hasil penelitian pada
stasiun I di Pulau Kapota masyarakatnya memiliki 4 jenis kegiatan dengan bobot
0,055 dan skor 4 (Table 10) yang menunjang ekowisata sehingga dapat menjadi
modal untuk menarik wisatawan dari dalam ataupun wisatawan dari luar. Berdasarkan matriks kesesuain ekowisata dapat
dikategorikan S2 (sesuai) dengan nilai 0,509. Masyarakat
di Pulau Kapota memiliki kegiatan yang di lakukan pada ekosistem mangrove yaitu
kegiatan budidaya rumput laut, memancing, dan berwisata.
Berdasarkan hasil penelitian pada stasiun I bahwa ketebalan mangrove di
Pulau Kapota tergolong dalam kategori S3 (sesuai bersyarat) dengan ketebalan
mangrove 46-79 m dengan nilai 0.218. Hal ini apabila di lihat berdasarkan pada
tabel kesesuain ekosistem mangrove yaitu ketebalan mangrove kategori sesuai
bersyarat memiliki nilai 50-200 m dengan bobot 0.109 dan memiliki skor 2. Semakin tebal ekosistem mangrove maka biota
yang berasosiasi dengan ekosistem mangrove semakin beranekaragam sehingga
pengunjung dapat mengetahui jenis-jenis biota yang berasosiasi dengan hutan
mangrove.
Berdasarkan hasil yang didapatkan pada stasiun I, kerapatan mangrove Pulau Kapota sesuai dengan
kriteria ekowisata mangrove tergolong dalam kategori S2( sesuai) dengan nilai 0.364.
Hal ini berdasarkan tabel kesesuaian ekowisata mangrove yang menyatakan bahwa
kategori sesuia memiliki yaitu >15-25 m dengan bobot 0.091 dan skor
0.364. Pada stasiun 1 kerapatannya cukup
tinggi sehingga dapat menyuplai oksigen sehingga pengunjung yang dating dapat
menghirup udara yang segar yang bebas dari polusi udara.
Berdasarkan tabel
kesesuaian ekowisata mangrove
aksesibilitas Pulau Kapota tergolong dalam kategori sesuai (S2) karena
memiliki 3 jenis akses yang bisa digunakan untuk melakukan ekowisata ke Pulau Kapota
jenis akses yang di miliki yaitu kapal, speet boat dan ojek . Pada dasarnya aksesibilitas pada stasiun I,
Stasiun II dan Stasiun III tidak jauh berbeda yaitu menggunakan kapal,
speet boad dan ojek roda dua.
Aksesibilitas sangat penting bagi pengembangan ekowisata karena dengan
adanya aksesibilitas yang memadai memungkinkan pegunjung untuk datang
berkunjung ke hutan mangrove.
Berdasarkan hasil yang didapatkan pada stasiun I kondisi pasang
surut di Pulau Kapota yaitu 1.4033, berdasarkan tabel kesesuaian ekowisata
tergolong dalam kategori S2( sesuai) dengan nilai 0.0505, bobotnya 0.036 dan
memiliki skor 3. Kondisi pasang surut
berhubungan dengan proses penggenangan hutan mangrove. Pada areal yang selalu terendam satu atau dua kali sehari selama ±20
hari sebulan hanya Rhizophora mucronata
yang tumbuh baik (Bengen, 2004). Namun hal ini tidak menutup kemungkinan untuk
jenis lain dapat tumbuh pada kondisi pasang surut seperti itu. Hal ini didukung
pendapat Bengen, 2000 bahwa Avicennia
marina, Bogem (Sonneratia) dan
Tancang (Bruguiera gymnorrhiza) dapat
tumbuh pada daerah frekuensi genangan pasang 30-40 kali/bulan.
Kondisi substra di
Pulau Kapota berdasarkan matriks kesesuaian ekowista tergolong dalam kategori
sesuai (S2) dengan nilai 0.073 memiliki
bobot 0.018 dan skor 4 . Kondisi
substrat di Pulau Kapota terdiri dari pasir kasar, pasir sedang dan pasir halus
yang sangat mendukung pertumbuhan ekosistem mangrove.
Analisis Kesesuaian Ekowisata Mangrove Stasiun II
Berdasarkan
hasil analisis kesesuaian Ekowisata mangrove yang didapatkan pada stasiun II
(Tabel 20).
Tabel 20. Kategori Tingkat Kesesuaian Lahan Pada Stasiun 2
No
|
Parameter
|
Bobot
|
Hasil Penelitian
|
Skor
|
Bobot x skor
|
1
|
Jenis mangrove
|
0.182
|
3 jenis
|
3
|
0.545
|
2
|
Biota di atas pohon
|
0.164
|
Burung, kupu-kupu Kadal, insekta dan angrek
|
4
|
0.655
|
3
|
Biota di dalam air
|
0.145
|
Ikan, moluska,crustacean, sponge dan ubur-ubur
|
4
|
0.582
|
4
|
Kondisi kegiatan
|
0.127
|
Memancing, memasang jaring(bubu),budidaya rumput
Laut dan wisata
|
4
|
0.509
|
5
|
Ketebalan mangrove
|
0.109
|
62-126
m
|
2
|
0.218
|
6
|
Kerapatan mangrove
|
0.091
|
15-20 ind/m2
|
4
|
0.364
|
7
|
Aksesibilitas
|
0.073
|
Kapal,
speet boat dan ojek roda dua
|
3
|
0.218
|
8
|
Kegiatan masyarakat
|
0.055
|
Festifal budaya (Kabuenga) , makanan
tradisional(makanan khas dari mangrove), Rumah adat dan kerajinan (tenunan)
|
4
|
0.218
|
9
|
Pasut
|
0.036
|
140,33
cm
|
3
|
0.505
|
10
|
Sedimen
|
0.018
|
Pasir
kasar, pasir sedang dnan pasir halus
|
4
|
0.073
|
Total skor
|
1
|
3.491
|
|||
Skor Tertinggi
|
4
|
||||
Nilai Skor Hasil Evaluasi (%)
|
87,26 %
|
Berdasarkan hasil penelitian yang didapatkan pada stasiun II jenis
mangrove yang di jumpai hanya 3 jenis yaitu Bruguiera
gymnorhiza,Xylocarpus granatum, Xylocarpus moluccensis dengan bobot 0.182 dan memiliki skor 3. Jenis
mangrove di Pulau Kapota apabila di lihat berdasarkan tabel kesesuaian
ekowisata mangrove tergolong dalam kategori sesuai yaitu 3-5 dengan nilai
0,545. Rendahnya jenis mangrove pada
stasiun II menunjukan bahwa hanya ke tiga jenis inilah yang mampu beradaptasi
dengan kondisi lingkungan dan jenis tanah.
Berdasarkan hasil penelitian pada stasiun II
biota di atas pohon terdiri dari 3 jenis yaitu burung, kupu-kupu(insekta) dan
kadal dengan bobot 0.164 dan skor 4 sehingga dapat digolongkan ke dalam
kategori S2(sesuai) dengan nilai 0,655.
Hal ini berdasarkan table kesesuain ekowisata mangrove yang mengatakan
bahwa yang tergolong dalam kategori sesuai adalah memiliki tiga jenis biota. Selain itu terdapat juga beberapa jenis
angrek yang menempel atau berasosiasi dengan mangrove.
Jenis biota yang berada di dalam air pada stasiun II
terdiri dari 5 jenis yaitu Ikan,moluska,crustacean, sponge dan ubur-ubur
dengan bobot 0,145 dan memiliki skor 4 sehingga
tergolong dalam kategori SI (sangat sesuai) dengan nilai 0,582. Banyaknya
jenis-jenis biota yang berasosiasi menunjukan tingginya keanekaragaman biota
yang berasosiasi pada ekosistem mangrove.
Dengan demikian akan menambah wawasan kepada setiap
pengunjung yang datang mengenai jenis-jenis biota yang ada di kawasan tersebut.
Bentuk dan ukuran yang berbeda dari setiap jenis biota yang ditemukan di
kawasan Pulau Kapota ini, merupakan
atraksi menarik untuk dikunjungi. Selain
biota pada stasiun II terdapat juga jenis-jenis angrek yang berasosiasi dengan
mangrove.
Berdasarkan hasil penelitian pada stasiun II bahwa
sebagian besar masyarakat melakukan kegiatan pada ekosistem mangrove yaitu
melakukan budidaya rumput laut, wisata dan memasang jaring atau bubu dengan
bobot 0,127 dan memiliki skor 4.
Berdasarkan tabel kesesuaian ekowisata mangrove tergolong dalam kategori
SI (sangat sesuai) dengan nilai 0,509.
Berdasarkan hasil penelitian ketebalan
mangrove pada stasiun II yaitu 62-109 tergolong dalam kategori sesuai beryarat
dengan nilai 0,218. Hal ini berdasarkan
table kesesuaian ekowisata mangrove menyatakan bahwa ketebalan mangrove 50-200
m termasuk dalam kategori sesuai bersyarat dengan bobot 0,109 dan memiliki
nilai 0,109 . Rendahnya ketebalan
mangrove pada stasiun II karena kondisi substrat yang berada pada lokasi adalah
batu berlumpur sehingga ketebalan mangrovenya rendah. Ketebalan hutan mangrove sangat mempengaruhi
tinggi rendahnya keanekaragaman biota yang berasosiasi dengan hutan mangrove.
Berdasarkan hasil penelitian pada stasiun II
kerapatan mangrove yaitu 15-20 tergolong dalam kategori SI(sangat sesuai). Hal ini berdasarkan table kesesuaian
ekowisata yang menyatakan bahwa kategori 15 – 25 termasuk dalam kategori sangat
sesuai dengan nilai 0,364. Semakin
tinggi kerapatan hutan mangrove maka suplai oksigen juga tinggi sehingga
pengunjung yang dating dapat menikmati udara yang segar.
Berdasarkan hasil penelitian yang didapatkan pada
stasiun II mengenai kegiatan masyarakat dalam menunjang ekowisata adalah Festifal
budaya (Kabuenga) , makanan tradisional (makanan khas dari mangrove), Rumah
adat dan kerajinan dengan bobot 0,055
dan skor 4. Apabila di lihat berdasarkan
matriks kesesuaian ekowisata masuk dalam kategori sangat sesuai (SI) dengan
nilai 0, 218
Berdasarkan hasil penelitian yang didapatkan pada stasiun
II kondisi pasang surutnya yaitu 1.4033 dengan
bobot 0,036 dan memiliki skor 3 sehingga masuk dalam katerori sesuai dengan
nilai 0.0505. Hal ini berdasarkan
pernyataaan Yuliandra, (2006) bahwa yang masuk dalam kategori sesuai yaitu >1-2. Pasang surut berhubungan dengan proses
penggenangan hutan mangrove. Pada areal yang selalu terendam satu atau dua kali
sehari selama ±20 hari sebulan hanya Rhizophora
mucronata yang tumbuh baik (Bengen, 2004). Namun hal ini tidak menutup
kemungkinan untuk jenis lain dapat tumbuh pada kondisi pasang surut seperti
itu. Hal ini didukung pendapat Bengen, 2000 bahwa Avicennia marina, Bogem (Sonneratia)
dan Tancang (Bruguiera gymnorrhiza)
dapat tumbuh pada daerah frekuensi genangan pasang 30-40 kali/bulan.
2.
Apa yang
dimaksud dengan daya dukung?
kemempuan atau kapasitas maksimum
lingkungan yang dapat diberikan atau diakomodir dalam menunjang kehidupan
makhluk hidup didalamnya secara optimum dan terus menerus tanpa menimbulkan
penurunan nilai-nilai yang ada.
Faktor-faktor yang dapat menentukan daya
dukung dalam mondisi baik atau tidak antara lain, adalah ketersediaan bahan baku
dan energi, akumulasi limbah dari aktivitas produksi (termasuk manajemen
limbahnya) dan tentu interaksi anata makhluk hidup yang ada di dalam
lingkungan. dengan kata lain daya dukung harus mampu mencakup daya dukung
lingkungan fisik, biologi dan persepsi atau psikologis.
Dalam upaya pelestarian fungsi
lingkungan hidup (pengelolaan) akan selalu ada kegiatan-kegiatan seperti
kegiatan pemanfaatan (termasuk penataan dan pemeliharaan), pengendalian,
pemulihan dan juga penambangan kawasan lingkungan. pembangunan berkelanjutan
adalah upaya pelestarian yang paling baik, karena dalamprosesnya akan selalu
memperhatikan daya dukung lingkungan sehingga dapat dijadikan modal pembangunan
untuk generasi-generasi selanjutnya.
untuk itu, sebelum melakukan pengelolaan
hendaknya ditentukan terlebih dahulu nilai dari daya dukung lingkungan yang
menjadi targetnya. dalam penentuan daya dukung suatu kawasan perlu diperhatikan
setidaknya tiga aspek utama, yaitu: ekologi, ekonomi, dan sosial. hal ini
penting mengingat bahwa interaksi antara kegiatan pengelolaan dengan ekosistem
dari kawasan tersebut akan tergambarkan dengan sangat kompleks, sehingga
memerlukan pendekatan yang multidimensi.
Referensi
Jimmy_Margomgom_Tambunan.pdfhttp://malikkulshaleh.tumblr.com/post/10633054445/pengelolaan-lingkungan-berbasis-daya-dukung
Analisis Kesesuaian Ekowisata Mangrove Stasiun III
Berdasarkan hasil Penelitian yang didapatkan pada
stasiun III (Tabel 21).
Tabel 21.
Kategori Tingkat Kesesuaian Lahan Pada
Stasiun 3
No
|
Parameter
|
Bobot
|
Hasil Penelitian
|
Skor
|
Bobot x skor
|
1
|
Jenis mangrove
|
0.182
|
4 jenis
|
3
|
0.545
|
2
|
Biota di atas pohon
|
0.164
|
Burung, kupu-kupu, insekta, kadal dan angrek
|
4
|
0.655
|
3
|
Biota di dalam air
|
0.145
|
Ikan, moluska,crustacean, dan ubur-ubur.
|
4
|
0.582
|
4
|
Kondisi kegiatan
|
0.127
|
Memancing, memasang jaring(bubu) dan budidaya
rumput laut.
|
3
|
0.382
|
5
|
Ketebalan mangrove
|
0.109
|
132-209
m
|
3
|
0.327
|
6
|
Kerapatan mangrove
|
0.091
|
19-26 ind/m2
|
4
|
0.364
|
7
|
Aksesibilitas
|
0.073
|
Kapal,
speet boat dan ojek roda dua
|
3
|
0.218
|
8
|
Kegiatanmasyarakat
|
0.055
|
Festifal budaya (Kabuenga) , makanan
tradisional(makanan khas dari mangrove), Rumah adat dan kerajinan (tenunan)
|
4
|
0.218
|
9
|
Pasut
|
0.036
|
140,33
cm
|
3
|
0.505
|
10
|
Sedimen
|
0.018
|
Pasir kasar, pasir sedang dan pasir halus
|
4
|
0.073
|
1
|
3.473
|
||||
Skor Tertinggi
|
4
|
||||
Nilai Skor Hasil Evaluasi (%)
|
86.82 %
|
Berdasarkan hasil penelitian pada stasiun III di temukan 4 jenis
mangrove yaitu Bruguiera
gymnorhiza, Xylocarpus granatum,
Xylocarpus moluccen,
dan Scyphiphora hydrophyllacea dengan bobot 0,182 dan memiliki skor 3
sehingga tergolong dalam kategori S2(sesuai) dengan nilai 0,545. Banyaknya
jenis mangrove yang didapatkan pada stasiun III menunjukan tingginya
keanakaragaman jenis mangrove pada daerah tersebut.
Di pulau Kapota berdasarkan hasil penelitian ditemukan 4 jenis biota di atas pohon yang berasosiasi dengan
hutan mangrove. Jenis biota yang berasosiasi tersebut yaitu burung, insekta,
kadal dan angrek dengan bobot 0,164 dan memiliki skor 4. Banyaknya jenis biota yang berasosiasi pada
daerah tersebut menunjukan bahwa mangrove yang berada pada stasiun III masih
terjaga kelestarianya. Pada stasiun ini sering ditemukan jenis burung yang
endemic yang datang untuk singga atau mencari makan sehingga merupakan satu
objek yang sangat menarik untuk dikunjungi para wisatawan. Apabila di lihat
berdasarkan table kesesuaian ekowisata mangrove dapat digolongkan dalam
kategori S1 (sangat kesuai) dengan nilai 0,655. Banyaknya biota yang
berasosiasi dengan hutan mangrove maka pengunjung dapat mengetahui jenis-jenis
biota yang berasosiasi dengan hutan mangrove.
Berdasarkan hasil penelitian pada stasiun III jenis biota bawa air yang
di jumpai terdiri dari 5 jenis sehingga dapat digolongkan dalam kategori sangat
sesuai dengan nilai 0,582. Jenis biota
di bawah air yaitu ikan, moluska, crustasea dan ubus-ubur dengan bobot 0,145
dan skornya 4. Hal ini sesuai dengan
table kesesuaian ekowisata bahwa kategori sangat sesuai yaitu memiliki 5 jenis
biota dengan nilai 0,582.
Berdasarkan hasil penelitian pada stasiun III
kondisi kegiatan masyarakat pada ekosistem mangrove terdiri dari dua jenis
kegiatan yaitu budidaya rumput laut dan memasang jaring atau bubu sehingga
jenis kegiatan tersebut digolongkan dalam kategori S2 (sesuai) dengan nilai
0,382, skor 3 dan memiliki bobot 0,127.
Hal tersebut berdasarkan pada tabel kesesuaian ekowisata yang menyatakan
bahwa yang termasuk dalam kategori susuai memiliki nilai 0,382. Sedangkan untuk kegiatan masyarakat pada
umumnya sama dengan stasiun I, dan stasiun II yaitu Festifal
budaya (Kabuenga) , makanan tradisional(makanan khas dari mangrove), Rumah
adat dan kerajinan (tenunan).
Ketebalan mangrove pada stasiun III tergolong dalam kategori
S2 (sesuai) dengan nilai 0,327, bobotnya 0,109 dan memiliki skor 3. Hal ini berdasarkan pernyataan Yuliandra,
(2006) bahwa kategori ekowisata mangrove yang tergolong dalam kategori sesuai
adalah 200-500 m dengan nilai 0,237. Ketebalan sangat penting karena semakin
tebal hutan mangrove maka makin tinggi keaneragaman biota yang berasosiasi
dengan hutan mangrove.
Berdasarkan hasil penelitian pada
stasiun III kerapatan mangrove masuk
dalam kategori SI (sangat sesuai) dengan nilai 0,354 serta memiliki bobot 0,091
dan skor 4. Hal tersebut sesuai dengan
pernyataan Yuliandra, (2006) bahwa kategori sangat sesuai masuk dalam kategori
15-25 tegakan dengan nilai 0,354.
Berdasarkan hasil penelitian pada stasiun III kondisi pasang surutnya
tergolong dalam kategori sesuai dengan nilai 0,109 serta memiliki bobot 0,036
dan skornya 3. Hal ini sesuai dengan pernyataan
Yuliandra, (2006) bahwa untuk kategori kesesuaian ekowisata mangrove kondisi
pasang surut yang tergolong dalam kategori sesuai adalah >1-2 denagn nilai 0,109
kondisi substrat pada stasiun III terdiri dari pasir kasar, pasir sedang
dan pasir halus sehingga dapat dikaterorikan sangat sesuai dengan nilai 0,073
serta memiliki bobot 0,018 dan skornya 4.
Berdasarkan hasil perhitungan skor tiap
stasiun, selanjunya di hitung nilai
Indeks Kesesuaian Wisata ( IKW ) sebagai analisis akhir untuk menentukan layak
atau tidaknya kawasan Mangrove Pulau Kapota dijadikan sebagai kawasan Ekowisata
Mangrove, yang mana rumus IKW adalah ∑ [Ni / Nmax]x 100%.
Tabel 22. Indeks Kesesuaian Wisata
(IKW) (%)
No
|
Stasiun
|
IKW (%)
|
Kategori Kelayakan
|
Nilai
|
1
|
I
|
87,26
|
S1 (sangat sesuai)
|
81.25 – 100 %
|
2
|
II
|
87,26
|
S1 (sangat sesuai)
|
81.25 – 100 %
|
3
|
III
|
86.82
|
S 1(sangat sesuai)
|
81.25 – 100 %
|
Berdasarkan matriks kesesuaian untuk kategori ekowisata ekosistem
mangrove dari setiap parameter yang di ukur di lapangan maka Pulau Kapota tergolong
sangat sesuai untuk dijadikan ekowisata mangrove. Perlu adanya perhatian pemerintah dalam
pengembangan sarana dan prasarana yang dapat menunjang pengembangan kegiatan
ekowisata mangrove dan perlu adanya keterlibatan masyarakat di dalam mengelolah,
menjaga dan melindungi ekosistem mangrove yang ada agar terjaga kelestarian
ekosistem mangrove sehingga masyarakat dapat hidup dengan sejatera. Hal ini sesuai dengan undang-undang No 9
tentang kepariwisataan yang menyatakan bahwa masyarakat memiliki peran serta
dalam penyelenggaraan kepariwisataan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar