Sabtu, 26 Desember 2015

MATRIK KESESUAIAN DAN DAYA DUKUNG SUATU EKOWISATA

Tugas IV Perencanaan Wilayah Pesisir dan Terpadu
Nama : Nopia Santri Situmeang
NPM : E1I013030
#ILMUKELAUTANUNIVERSITASBENGKULU
1.         Buatlah dan jelaskan matriks kesesuaian untuk budidaya perikanan atau ekowisata !
Apa itu matrik kesesuaian???
Matrik kesesuaian merupakan salah satu metode dari analisis kesesuaian disusun berdasarkan kepentingan setiap parameter untuk mendukung kegiatan pada suatu  daerah tersebut.
Berikut saya dapatkan referensi dari sebuah penelitian tentang matrik kesesuaian ekowisata mangrove dan perikanan
D.   Analisis Kesesuaian Ekowisata Mangrove    
             Berdasarkan hasil yang didapatkan bahwa analisis kesesuaian ekowisata mangrove di Pulau Kapota pada stasiun I (Tabel 19) .
Tabel 19. Kategori Tingkat Kasesuaian Lahan Pada Stasiun 1
No
Parameter
Bobot
Hasil Penelitian
Skor
Bobot x skor
1
Jenis mangrove
0.182
4 jenis
3
0.545
2
Biota di atas pohon
0.164
Burung, insekta, biawak,kadal  dan angrek
4
0.655

3
Biota di dalam air
0.145
Ikan, moluska,crustacean, sponge dan ubur-ubur
4
0.582

4
Kondisi kegiatan
0.127
Memancing, memasang jaring(bubu), wisata dan budidaya rumput laut.
4
0.509

5
Ketebalan mangrove
0.109
46-79 m
2
0.218
6
Kerapatan mangrove
0.091
16-21 ind/m2
4
0.364
7
Aksesibilitas
0.073
Kapal, speet boat dan ojek roda dua
3
0.218
8
Kegiatanmasyarakat
0.055
Festifal budaya (Kabuenga) , makanan tradisional(makanan khas dari mangrove), Rumah adat  dan kerajinan (tenunan)
4
0.218

9
Pasut
0.036
140,33 cm
3
0.505
10
Sedimen
0.018
Pasir kasar, pasir sedang dan pasir halus
4
0.073


Total skor
1


3.491

Skor Tertinggi
4

Nilai Skor Hasil Evaluasi (%)
87,26 %

Sistem pembobotan kesesuaian untuk ekowisata mangrove,  dilakukan dengan pertimbangan parameter kesesuaian yang yang di susun berdasarkan minat pengunjung (Tabel 19).
Berdasarkan hasil penelitian pada stasiun I bahwa jenis mangrove di Pulau Kapota terdiri dari 4 jenis yaitu Bruguiera gymnorhiza, Xylocarpus granatum, Xylocarpus moluccensis, Sonneratia alba dengan bobot 0,182 dan memiliki skor yaitu 3 sehingga dapat digolongkan kedalam kategori S2 ( sesuai). Hal ini  berdasarkan tabel kesesuaian ekowisata mangrove yang menyatakan bahwa kategori 3-5 jenis tergolong dalam kategori sesuai dengan nilai 0.545.  Banyaknya jenis mangrove yang di jumpai pada stasiun I menunjukan hanya ke empat jenis yaitu Bruguiera gymnorhiza, Xylocarpus granatum, Xylocarpus moluccensis dan Sonneratia alba yang dapat beradaptasi dengan kondisi lingkungan dan jenis tanah.  Semakin banyak  komposisi jenis mangrove maka pengunjung dapat mengetahui jenis-jenis mangrove yang ada di Pulau Kapota.
Berdasarkan hasil penelitian yang didapatkan pada stasiun I  jenis biota yang berada diatas pohan adalah termasuk dalam kategori S2 (sesuai) dengan bobot 0.164 dan skor 4 sehingga memiliki nilai 0.655. Biota yang didapatkan pada lokasi penelitian terdiri dari 5 jenis yaitu burung, insekta, kadal, biawak dan angrek. Hal ini berdasarkan pada matrik kesesuaian ekowisata mangrove yang masuk kategori sesuai memiliki 4 jenis. Selain itu juga berdasakan penelitian sebelumnya oleh Rafika, (2011) menyatakan bahwa terdapat jenis burung yang endemik yang berasosiasi dengan ekosistem mangrove (Tabel 11) sehingga dapat menjadi modal untuk objek ekowisata khusnya ekowisata mangrove. Selain itu juga terdapat 2 jenis angrek hutan  mangrove yang berasosiasi dengan mangrove.
Berdasarkan tabel matriks kesesuaian ekowisata mangrove bahwa biota yang terdapat di bawah air termasuk dalam kategori  S2 (sesuai) dengan nilai 0.582. Biota yang didapatkan pada lokasi penelitian yaitu tersdiri dari 5 jenis yaitu Ikan, moluska,crustacea, sponge dan ubur-ubur dengan bobot 0.145 dan skor.  Banyaknya organisme yang berasosiasi pada ekosistem mangrove menunjukan tingginya keanekaragaman jenis biota pada ekosistem mangrove.
Berdasarkan hasil penelitian pada stasiun I di Pulau Kapota masyarakatnya memiliki 4 jenis kegiatan dengan bobot 0,055 dan skor 4 (Table 10) yang menunjang ekowisata sehingga dapat menjadi modal untuk menarik wisatawan dari dalam ataupun wisatawan dari luar.  Berdasarkan matriks kesesuain ekowisata dapat dikategorikan S2 (sesuai) dengan nilai 0,509. Masyarakat di Pulau Kapota memiliki kegiatan yang di lakukan pada ekosistem mangrove yaitu kegiatan budidaya rumput laut, memancing, dan berwisata.
Berdasarkan hasil penelitian pada stasiun I bahwa ketebalan mangrove di Pulau Kapota tergolong dalam kategori S3 (sesuai bersyarat) dengan ketebalan mangrove 46-79 m dengan nilai 0.218. Hal ini apabila di lihat berdasarkan pada tabel kesesuain ekosistem mangrove yaitu ketebalan mangrove kategori sesuai bersyarat memiliki nilai 50-200 m dengan bobot 0.109 dan memiliki skor 2.  Semakin tebal ekosistem mangrove maka biota yang berasosiasi dengan ekosistem mangrove semakin beranekaragam sehingga pengunjung dapat mengetahui jenis-jenis biota yang berasosiasi dengan hutan mangrove.
Berdasarkan hasil yang didapatkan pada stasiun I,  kerapatan mangrove Pulau Kapota sesuai dengan kriteria ekowisata mangrove tergolong dalam kategori S2( sesuai) dengan nilai 0.364. Hal ini berdasarkan tabel kesesuaian ekowisata mangrove yang menyatakan bahwa kategori sesuia memiliki yaitu >15-25 m dengan bobot 0.091 dan skor 0.364.  Pada stasiun 1 kerapatannya cukup tinggi sehingga dapat menyuplai oksigen sehingga pengunjung yang dating dapat menghirup udara yang segar yang bebas dari polusi udara.
Berdasarkan tabel kesesuaian ekowisata mangrove  aksesibilitas Pulau Kapota tergolong dalam kategori sesuai (S2) karena memiliki 3 jenis akses yang bisa digunakan untuk melakukan ekowisata ke Pulau Kapota jenis akses yang di miliki yaitu kapal, speet boat dan ojek .  Pada dasarnya aksesibilitas pada stasiun I, Stasiun II dan Stasiun III tidak jauh berbeda yaitu menggunakan kapal, speet boad dan ojek roda dua.  Aksesibilitas sangat penting bagi pengembangan ekowisata karena dengan adanya aksesibilitas yang memadai memungkinkan pegunjung untuk datang berkunjung ke hutan mangrove.
Berdasarkan hasil yang didapatkan pada stasiun I kondisi pasang surut di Pulau Kapota yaitu 1.4033, berdasarkan tabel kesesuaian ekowisata tergolong dalam kategori S2( sesuai) dengan nilai 0.0505, bobotnya 0.036 dan memiliki skor 3.  Kondisi pasang surut berhubungan dengan proses penggenangan hutan mangrove.  Pada areal yang selalu terendam satu atau dua kali sehari selama ±20 hari sebulan hanya Rhizophora mucronata yang tumbuh baik (Bengen, 2004). Namun hal ini tidak menutup kemungkinan untuk jenis lain dapat tumbuh pada kondisi pasang surut seperti itu. Hal ini didukung pendapat Bengen, 2000 bahwa Avicennia marina, Bogem (Sonneratia) dan Tancang (Bruguiera gymnorrhiza) dapat tumbuh pada daerah frekuensi genangan pasang 30-40 kali/bulan.
Kondisi substra di Pulau Kapota berdasarkan matriks kesesuaian ekowista tergolong dalam kategori sesuai (S2) dengan nilai 0.073 memiliki  bobot 0.018 dan skor 4 .  Kondisi substrat di Pulau Kapota terdiri dari pasir kasar, pasir sedang dan pasir halus yang sangat mendukung pertumbuhan ekosistem mangrove.
Analisis Kesesuaian Ekowisata Mangrove  Stasiun II
            Berdasarkan hasil analisis kesesuaian Ekowisata mangrove yang didapatkan pada stasiun II (Tabel 20).
Tabel 20. Kategori Tingkat Kesesuaian Lahan Pada  Stasiun 2
No
Parameter
Bobot
Hasil Penelitian
Skor
Bobot x skor
1
Jenis mangrove
0.182
3 jenis
3
0.545
2
Biota di atas pohon
0.164
Burung, kupu-kupu Kadal, insekta dan angrek
4
0.655

3
Biota di dalam air
0.145
Ikan, moluska,crustacean, sponge dan ubur-ubur
4
0.582

4
Kondisi kegiatan
0.127
Memancing, memasang jaring(bubu),budidaya rumput Laut dan wisata
4
0.509

5
Ketebalan mangrove
0.109
62-126 m
2
0.218
6
Kerapatan mangrove
0.091
15-20 ind/m2
4
0.364
7
Aksesibilitas
0.073
Kapal, speet boat dan ojek roda dua
3
0.218
8
Kegiatan masyarakat
0.055
Festifal budaya (Kabuenga) , makanan tradisional(makanan khas dari mangrove), Rumah adat  dan kerajinan (tenunan)
4
0.218

9
Pasut
0.036
140,33 cm
3
0.505
10
Sedimen
0.018
Pasir kasar, pasir sedang dnan pasir halus
4
0.073

Total skor
1


3.491

Skor Tertinggi
4

Nilai Skor Hasil Evaluasi (%)
87,26 %

Berdasarkan hasil penelitian yang didapatkan pada stasiun II jenis mangrove yang di jumpai hanya 3 jenis yaitu Bruguiera gymnorhiza,Xylocarpus granatum, Xylocarpus moluccensis dengan bobot 0.182 dan memiliki skor 3. Jenis mangrove di Pulau Kapota apabila di lihat berdasarkan tabel kesesuaian ekowisata mangrove tergolong dalam kategori sesuai yaitu 3-5 dengan nilai 0,545.  Rendahnya jenis mangrove pada stasiun II menunjukan bahwa hanya ke tiga jenis inilah yang mampu beradaptasi dengan kondisi lingkungan dan jenis tanah.
Berdasarkan hasil penelitian pada stasiun II biota di atas pohon terdiri dari 3 jenis yaitu burung, kupu-kupu(insekta) dan kadal dengan bobot 0.164 dan skor 4 sehingga dapat digolongkan ke dalam kategori S2(sesuai) dengan nilai 0,655.  Hal ini berdasarkan table kesesuain ekowisata mangrove yang mengatakan bahwa yang tergolong dalam kategori sesuai adalah memiliki tiga jenis biota.  Selain itu terdapat juga beberapa jenis angrek yang menempel atau berasosiasi dengan mangrove.
            Jenis biota yang berada di dalam air pada stasiun II terdiri dari 5 jenis yaitu Ikan,moluska,crustacean, sponge dan ubur-ubur dengan  bobot 0,145 dan memiliki skor 4 sehingga tergolong dalam kategori SI (sangat sesuai) dengan nilai 0,582. Banyaknya jenis-jenis biota yang berasosiasi menunjukan tingginya keanekaragaman biota yang berasosiasi pada ekosistem mangrove.  Dengan demikian akan menambah wawasan kepada setiap pengunjung yang datang mengenai jenis-jenis biota yang ada di kawasan tersebut. Bentuk dan ukuran yang berbeda dari setiap jenis biota yang ditemukan di kawasan Pulau Kapota  ini, merupakan atraksi menarik untuk dikunjungi.  Selain biota pada stasiun II terdapat juga jenis-jenis angrek yang berasosiasi dengan mangrove.
Berdasarkan hasil penelitian pada stasiun II bahwa sebagian besar masyarakat melakukan kegiatan pada ekosistem mangrove yaitu melakukan budidaya rumput laut, wisata dan memasang jaring atau bubu dengan bobot 0,127 dan memiliki skor 4.   Berdasarkan tabel kesesuaian ekowisata mangrove tergolong dalam kategori SI (sangat sesuai) dengan nilai 0,509. 
Berdasarkan hasil penelitian ketebalan mangrove pada stasiun II yaitu 62-109 tergolong dalam kategori sesuai beryarat dengan nilai 0,218.  Hal ini berdasarkan table kesesuaian ekowisata mangrove menyatakan bahwa ketebalan mangrove 50-200 m termasuk dalam kategori sesuai bersyarat dengan bobot 0,109 dan memiliki nilai 0,109 .  Rendahnya ketebalan mangrove pada stasiun II karena kondisi substrat yang berada pada lokasi adalah batu berlumpur sehingga ketebalan mangrovenya rendah.  Ketebalan hutan mangrove sangat mempengaruhi tinggi rendahnya keanekaragaman biota yang berasosiasi dengan hutan mangrove.
Berdasarkan hasil penelitian pada stasiun II kerapatan mangrove yaitu 15-20 tergolong dalam kategori SI(sangat sesuai).  Hal ini berdasarkan table kesesuaian ekowisata yang menyatakan bahwa kategori 15 – 25 termasuk dalam kategori sangat sesuai dengan nilai 0,364.  Semakin tinggi kerapatan hutan mangrove maka suplai oksigen juga tinggi sehingga pengunjung yang dating dapat menikmati udara yang segar.
Berdasarkan hasil penelitian yang didapatkan pada stasiun II mengenai kegiatan masyarakat dalam menunjang ekowisata adalah Festifal budaya (Kabuenga) , makanan tradisional (makanan khas dari mangrove), Rumah adat  dan kerajinan dengan bobot 0,055 dan skor 4.  Apabila di lihat berdasarkan matriks kesesuaian ekowisata masuk dalam kategori sangat sesuai (SI) dengan nilai 0, 218
Berdasarkan hasil penelitian yang didapatkan pada stasiun II kondisi pasang  surutnya yaitu 1.4033 dengan bobot 0,036 dan memiliki skor 3 sehingga masuk dalam katerori sesuai dengan nilai 0.0505.  Hal ini berdasarkan pernyataaan Yuliandra, (2006) bahwa yang masuk dalam kategori sesuai yaitu >1-2.   Pasang surut berhubungan dengan proses penggenangan hutan mangrove.  Pada areal yang selalu terendam satu atau dua kali sehari selama ±20 hari sebulan hanya Rhizophora mucronata yang tumbuh baik (Bengen, 2004). Namun hal ini tidak menutup kemungkinan untuk jenis lain dapat tumbuh pada kondisi pasang surut seperti itu. Hal ini didukung pendapat Bengen, 2000 bahwa Avicennia marina, Bogem (Sonneratia) dan Tancang (Bruguiera gymnorrhiza) dapat tumbuh pada daerah frekuensi genangan pasang 30-40 kali/bulan.
2.       Apa yang dimaksud dengan daya dukung?
kemempuan atau kapasitas maksimum lingkungan yang dapat diberikan atau diakomodir dalam menunjang kehidupan makhluk hidup didalamnya secara optimum dan terus menerus tanpa menimbulkan penurunan nilai-nilai yang ada.
Faktor-faktor yang dapat menentukan daya dukung dalam mondisi baik atau tidak antara lain, adalah ketersediaan bahan baku dan energi, akumulasi limbah dari aktivitas produksi (termasuk manajemen limbahnya) dan tentu interaksi anata makhluk hidup yang ada di dalam lingkungan. dengan kata lain daya dukung harus mampu mencakup daya dukung lingkungan fisik, biologi dan persepsi atau psikologis.
Dalam upaya pelestarian fungsi lingkungan hidup (pengelolaan) akan selalu ada kegiatan-kegiatan  seperti kegiatan pemanfaatan (termasuk penataan dan pemeliharaan), pengendalian, pemulihan dan juga penambangan kawasan lingkungan. pembangunan berkelanjutan adalah upaya pelestarian yang paling baik, karena dalamprosesnya akan selalu memperhatikan daya dukung lingkungan sehingga dapat dijadikan modal pembangunan  untuk generasi-generasi selanjutnya.
untuk itu, sebelum melakukan pengelolaan hendaknya ditentukan terlebih dahulu nilai dari daya dukung lingkungan yang menjadi targetnya. dalam penentuan daya dukung suatu kawasan perlu diperhatikan setidaknya tiga aspek utama, yaitu: ekologi, ekonomi, dan sosial. hal ini penting mengingat bahwa interaksi antara kegiatan pengelolaan dengan ekosistem dari kawasan tersebut akan tergambarkan dengan sangat kompleks, sehingga memerlukan pendekatan yang multidimensi.

Referensi
Jimmy_Margomgom_Tambunan.pdfhttp://malikkulshaleh.tumblr.com/post/10633054445/pengelolaan-lingkungan-berbasis-daya-dukung














Analisis Kesesuaian Ekowisata Mangrove  Stasiun III
Berdasarkan hasil Penelitian yang didapatkan pada stasiun III (Tabel 21).
Tabel 21. Kategori Tingkat Kesesuaian Lahan Pada  Stasiun 3
No
Parameter
Bobot
Hasil Penelitian
Skor
Bobot x skor
1
Jenis mangrove
0.182
4 jenis
3
0.545
2
Biota di atas pohon
0.164
Burung, kupu-kupu, insekta, kadal dan angrek
4
0.655
3
Biota di dalam air
0.145
Ikan, moluska,crustacean,  dan ubur-ubur.
4
0.582
4
Kondisi kegiatan
0.127
Memancing, memasang jaring(bubu) dan budidaya rumput laut.
3
0.382

5
Ketebalan mangrove
0.109
132-209 m
3
0.327
6
Kerapatan mangrove
0.091
19-26 ind/m2
4
0.364
7
Aksesibilitas
0.073
Kapal, speet boat dan ojek roda dua
3
0.218
8
Kegiatanmasyarakat
0.055
Festifal budaya (Kabuenga) , makanan tradisional(makanan khas dari mangrove), Rumah adat  dan kerajinan (tenunan)
4
0.218

9
Pasut
0.036
140,33 cm
3
0.505
10
Sedimen
0.018
Pasir kasar, pasir sedang dan pasir halus
4
0.073


1


3.473

Skor Tertinggi
4

Nilai Skor Hasil Evaluasi (%)
86.82 %
           
Berdasarkan hasil penelitian pada stasiun III di temukan 4 jenis mangrove yaitu Bruguiera gymnorhiza, Xylocarpus granatum, Xylocarpus moluccen, dan Scyphiphora hydrophyllacea dengan bobot 0,182 dan memiliki skor 3 sehingga tergolong dalam kategori S2(sesuai) dengan nilai 0,545. Banyaknya jenis mangrove yang didapatkan pada stasiun III menunjukan tingginya keanakaragaman jenis mangrove pada daerah tersebut.
Di pulau Kapota berdasarkan hasil penelitian ditemukan 4 jenis  biota di atas pohon yang berasosiasi dengan hutan mangrove. Jenis biota yang berasosiasi tersebut yaitu burung, insekta, kadal dan angrek dengan bobot 0,164 dan memiliki skor 4.  Banyaknya jenis biota yang berasosiasi pada daerah tersebut menunjukan bahwa mangrove yang berada pada stasiun III masih terjaga kelestarianya. Pada stasiun ini sering ditemukan jenis burung yang endemic yang datang untuk singga atau mencari makan sehingga merupakan satu objek yang sangat menarik untuk dikunjungi para wisatawan. Apabila di lihat berdasarkan table kesesuaian ekowisata mangrove dapat digolongkan dalam kategori S1 (sangat kesuai) dengan nilai 0,655. Banyaknya biota yang berasosiasi dengan hutan mangrove maka pengunjung dapat mengetahui jenis-jenis biota yang berasosiasi dengan hutan mangrove.
Berdasarkan hasil penelitian pada stasiun III jenis biota bawa air yang di jumpai terdiri dari 5 jenis sehingga dapat digolongkan dalam kategori sangat sesuai dengan nilai 0,582.  Jenis biota di bawah air yaitu ikan, moluska, crustasea dan ubus-ubur dengan bobot 0,145 dan skornya 4.  Hal ini sesuai dengan table kesesuaian ekowisata bahwa kategori sangat sesuai yaitu memiliki 5 jenis biota dengan nilai 0,582.
     Berdasarkan hasil penelitian pada stasiun III kondisi kegiatan masyarakat pada ekosistem mangrove terdiri dari dua jenis kegiatan yaitu budidaya rumput laut dan memasang jaring atau bubu sehingga jenis kegiatan tersebut digolongkan dalam kategori S2 (sesuai) dengan nilai 0,382, skor 3 dan memiliki bobot 0,127.  Hal tersebut berdasarkan pada tabel kesesuaian ekowisata yang menyatakan bahwa yang termasuk dalam kategori susuai memiliki nilai 0,382.  Sedangkan untuk kegiatan masyarakat pada umumnya sama dengan stasiun I, dan stasiun II yaitu Festifal budaya (Kabuenga) , makanan tradisional(makanan khas dari mangrove), Rumah adat  dan kerajinan (tenunan).
Ketebalan mangrove pada stasiun III tergolong dalam kategori S2 (sesuai) dengan nilai 0,327, bobotnya 0,109 dan memiliki skor 3.  Hal ini berdasarkan pernyataan Yuliandra, (2006) bahwa kategori ekowisata mangrove yang tergolong dalam kategori sesuai adalah 200-500 m dengan nilai 0,237. Ketebalan sangat penting karena semakin tebal hutan mangrove maka makin tinggi keaneragaman biota yang berasosiasi dengan hutan mangrove.
            Berdasarkan hasil penelitian pada stasiun III kerapatan mangrove  masuk dalam kategori SI (sangat sesuai) dengan nilai 0,354 serta memiliki bobot 0,091 dan skor 4.  Hal tersebut sesuai dengan pernyataan Yuliandra, (2006) bahwa kategori sangat sesuai masuk dalam kategori 15-25 tegakan dengan nilai 0,354.
Berdasarkan hasil penelitian pada stasiun III kondisi pasang surutnya tergolong dalam kategori sesuai dengan nilai 0,109 serta memiliki bobot 0,036 dan skornya 3.  Hal ini sesuai dengan pernyataan Yuliandra, (2006) bahwa untuk kategori kesesuaian ekowisata mangrove kondisi pasang surut yang tergolong dalam kategori sesuai adalah >1-2 denagn nilai 0,109
kondisi substrat pada stasiun III terdiri dari pasir kasar, pasir sedang dan pasir halus sehingga dapat dikaterorikan sangat sesuai dengan nilai 0,073 serta memiliki bobot 0,018 dan skornya 4.
Berdasarkan hasil perhitungan skor tiap stasiun, selanjunya di hitung nilai Indeks Kesesuaian Wisata ( IKW ) sebagai analisis akhir untuk menentukan layak atau tidaknya kawasan Mangrove Pulau Kapota dijadikan sebagai kawasan Ekowisata Mangrove, yang mana rumus IKW adalah ∑ [Ni / Nmax]x 100%.
            Tabel 22. Indeks Kesesuaian Wisata (IKW) (%)
No
Stasiun
IKW (%)
Kategori Kelayakan
Nilai
1
I
87,26
S1 (sangat sesuai)
81.25 – 100 %
2
II
87,26
S1 (sangat sesuai)
81.25 – 100 %
3
III
86.82
S 1(sangat sesuai)
81.25 – 100 %

Berdasarkan matriks kesesuaian untuk kategori ekowisata ekosistem mangrove dari setiap parameter yang di ukur di lapangan maka Pulau Kapota tergolong sangat sesuai untuk dijadikan ekowisata mangrove.  Perlu adanya perhatian pemerintah dalam pengembangan sarana dan prasarana yang dapat menunjang pengembangan kegiatan ekowisata mangrove dan perlu adanya keterlibatan masyarakat di dalam mengelolah, menjaga dan melindungi ekosistem mangrove yang ada agar terjaga kelestarian ekosistem mangrove sehingga masyarakat dapat hidup dengan sejatera.  Hal ini sesuai dengan undang-undang No 9 tentang kepariwisataan yang menyatakan bahwa masyarakat memiliki peran serta dalam penyelenggaraan kepariwisataan.