-Nopia Santri Situmeang (E1I013030)
-Mei Yunisari Napitu (E1I013031)
Tugas Review Jurnal SIG
#ilmukelautan
#universitasbengkulu
PEMETAAN PADANG LAMUN DENGAN CITRA ALOS
DAN CITRA ASTER DI PULAU PARI, KABUPATEN ADMINISTRATIF KEPULAUAN SERIBU
Abstrak
MOH IKHWANUSH SHOFA. Pemetaan Padang
Lamun dengan Citra ALOS dan Citra ASTER di Pulau Pari, Kabupaten Administratif
Kepulauan Seribu. Dibimbing oleh JONSON LUMBAN GAOL dan NYOMAN METTA N. NATIH
Salah satu pemanfaatan teknologi
penginderaan jarak jauh adalah dalam pengamatan padang lamun. Pemanfaatan citra
satelit untuk pemetaan lamun pernah dilakukan di Pulau Pari pada tahun 2008.
Untuk melihat perubahan yang terjadi maka pemantauan padang lamun masih perlu
dilakukan. Tujuan dari penelitian ini adalah memetakan sebaran lamun di Pulau
Pari dengan menggunakan citra ALOS dan ASTER serta mengetahui nilai akurasi
dari peta sebaran lamun tersebut. Pengolahan citra untuk penajaman dengan
menggunakan citra komposit dan algoritma Lizenga. Klasifikasi citra dilakukan
dengan metode klasifikasi tak terbimbing dan klasifikasi terbimbing. Jenis
lamun yang ditemukan di perairan Pulau Pari secara umum adalah Enhalus
accoroides, Thalassia hemprichii, dan Cymodocea rotundata. Luas
padang lamun yang terpetakan dengan metode klasifikasi tak terbimbing pada
citra ALOS adalah 1.641 km2 dengan akurasi 71.01% dan pada citra ASTER 1.794
km2 dengan akurasi 68.11%. Pemetaan dengan metode klasifikasi terbimbing
diketahui luas area lamun yang terpetakan dari citra ALOS adalah 1.373 km2 dengan
akurasi 62.32% dan pada citra ASTER 1.389 km2 dengan akurasi 60.87%. Pemetaan
lamun dengan citra ALOS memiliki nilai akurasi yang lebih tinggi dari pemetaan
dengan menggunakan citra ASTER.
1. Pendahuluan
Perkembangan
teknologi penginderaan jarak jauh sekarang ini semakin maju. Penginderaan jauh
satelit memberikan alternatif yang komprehensif untuk pemetaan ekositem
perairan dangkal, seperti terumbu karang dan lamun. Sensor penginderaan jauh
dapat menembus perairan dangkal yang jernih dan mengenali karakteristik
substrat dasar perairan tersebut.
Penelitian mengenai
pemetaan dan monitoring ekosistem perairan dangkal (karang, mangrove dan lamun)
telah banyak dilakukan dengan menggunakan citra satelit.Penelitian pemetaan
padang lamun dengan menggunkan citra ALOS pernah dilakukan di perairan Bitung -
Manado Sulawesi Utara (Supriyadi 2009) dan di Pulau Pari (Silfiani 2010). Kedua
penelitian tersebut menggunakan satu citra. Pemetaan padang lamun dengan
memanfaatkan dua citra satelit dengan resolusi spasial yang berbeda perlu
dilakukan guna mengetahui jenis citra satelit yang lebih akurat untuk memetakan
padang lamun.
Peran lamun menurut
Nybakken (1988), secara ekologis sumber utama produktivitas primer, penstabil
dasar perairan dengan sistem perakarannya yang dapat menangkap sediment (trapping
sediment), tempat berlindung bagi biota laut, tempat perkembangbiakan (spawning
ground), pengasuhan (nursery ground), serta sumber makanan (feeding
ground) bagi biota-biota perairan laut, pelindung pantai dengan cara meredam
arus, penghasil oksigen dan mereduksi CO2 di dasar perairan .
2. Tujuan Penelitian
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk
memetakan sebaran padang lamun di perairan Pulau Pari dari citra ALOS dan citra
ASTER dan mengetahui nilai akurasi peta sebaran lamun.
3. METODE
Penelitian meliputi
survei lapang dan analisis citra. Survei lapang lamun Pulau Pari diawali dengan
melakukan pengamatan kondisi perairan lamun dengan mengelilingi Pulau Pari
menggunakan kapal untuk mengambil data habitat dasar perairan dan mengamati
kondisi lamun di Pulau Pari. Pada titik-titik tertentu (Lampiran 2) diambil
data titik koordinat dan habitat dasar perairannya yang berupa lamun, pasir,
karang, atau rumput laut. Selanjutnya dilakukan pengukuran nilai parameter
fisika dan kimiaperairan Pulau Pari yaitu pengukuran oksigen terlarut (DO),
temperatur perairan (suhu), salinitas, kecerahan ,dan pH pada empat sisi Pulau
Pari.
Pengolahan citra ALOS
dan ASTER diawali dengan koreksi geometrik citra, pemisahan antara perairan dan
daratan, transformasi citra dan klasifikasi. Klasifikasi dilakukan dengan dua
metode yakni: (1) metodeklasifikasi citra secara tidak terbimbing (unsupervised
clasification) dengan membuat komposit citra dari tiga band citra RGB 421
dan (2) Metode klasifikasi terbimbing (supervise clasification). Pada
klasifikasi terbimbing sebelum proses klasifikasi dilakukan penajaman citra
dengan algoritma Lyzenga
Proses penajaman
dengan algortitma Lyzenga merupakan proses penggabungan informasi dari dua band
yang bertujuan untuk mendapatkan penampakan habitat dasar perairan dengan
menggunakan persamaan berikut (Green et al. 2000).
Y = ln (TM 1) –
[ki/kj ln (TM 2)]......................................................(1)
Keterangan :
Y = Citra hasil
ekstraksi dasar perairan
TM 1 = Band 1 (biru) TM 2= Band 2 (hijau)
ki/kj = Nilai Koefisien atenuasi Dimana :
ki/kj = a + √(a2 + 1).......(2)
a = (var TM 1 – Var TM 2)/(2 * Covar TM1
TM2)....................(3)
Uji akurasi
menggunakan metode Confusion Matrix digunakan untuk menghasilkan nilai
kuantifikasi dan penilaian terhadap metode yang relatif lebih baik untuk
klasifikasi dan pemetaan padang lamun di daerah kajian .Ketelitian pemetaan
dibuat dalam beberapa kelas X yang dapat dihitung dengan rumus (Short, 1982 dalam
Purwadhi, 2001). Adapun rumus perhitungan disajikan pada Gambar 1.
MA =
|
Keterangan :
|
Gambar 1. Rumus perhitungan Ketelitian Pemetaan
3.1.Diagram Alir Penelitian
Diagram alir
merupakan susunan tahapan proses yang akan dilakukan pada saat melaksanakan
penelitian. Adapun diagram alir penelitian ini disajikan pada Gambar 2.
Gambar
2. Diagram alir Penelitian
3.2.Perbandingan
dengan metode di jurnal pembanding
Metode
Penelitian ini menggunakan pendekatan deskriptif untuk menggambarkan sifat atau
obyek yang diteliti. Penentuan perubahan padang lamun dilakukan dengan
pengolahan citra digital Landsat 7 ETM+ (Path/Row:123/62; Acquisition
Date: 9- 8-2011 dan 10-8-1999) dengan metode klasifikasi tidak terbimbing (unsupervised
clasification).
Penelitian
terdiri dari beberapa tahapan yaitu citra digital (berisi tahapan pra
pengolahan citra digital dan pengolahan citra digital); data lapangan (berisi
tahapan pengukuran kondisi padang lamun/ groundcheck); analisis data
(berisi tahapan analisis kondisi dan perubahan luasan lamun). Pra pengolahan
citra digital terdiri dari beberapa tahapan, yaitu impor data, komposit band
RGB 421, koreksi geometrik dan koreksi radiometrik. Pemilihan tahun pada impor
data, berdasarkan pertimbangan.
4. Hasil
dan Pembahasan
Adapun peta yang dihasilkan menggunakan dua klasifikasi yaitu klasifikasi tak terbimbing dengan klasifikasi terbimbing. Kedua klasifikasi ini dilakukan untuk melihat luasan padang lamun serta ketajaman citra
Adapun peta yang dihasilkan menggunakan dua klasifikasi yaitu klasifikasi tak terbimbing dengan klasifikasi terbimbing. Kedua klasifikasi ini dilakukan untuk melihat luasan padang lamun serta ketajaman citra
4.1.Peta Hasil Klasifikasi dengan Metode
Tak Terbimbing
Peta hasil klasifikasi tak terbimbing merupakan hasil peta yang mengutamakan informasi tentang luasan padang lamun. Adapun peta hasil klasifikasi tak terbimbing disajikan pada Gambar 3.
Peta hasil klasifikasi tak terbimbing merupakan hasil peta yang mengutamakan informasi tentang luasan padang lamun. Adapun peta hasil klasifikasi tak terbimbing disajikan pada Gambar 3.
Gambar 3. Peta hasil kalsifikasi tak terbimbing
Kekurangan
:
Adapun kekurangan dari peta ini yaitu:
(1) Judul peta, dalam peta tersebut tidak disebutkan judul peta
tersebut,sehingga pembaca akan susah untuk mengetahui lansung isi dari peta
tersebut dengan cepat. (2) Tahun Pembuatan, Peta dalam peta tersebut tidak
disebutkan tahun pembuatan petanya kapan, hanya menyebutkan siapa pembuat
petanya. (3) Kurangnya informasi simbol, maksudnya yaitu dalam peta hanya
memperlihatkan simbol tentang sebaran lamun dan simbol daratan saja. Padahal
dijelaskan bahwa sebaran lamun itu sendiri memilki faktor pembatas. (4) Pada legenda “kelas lain” itu sendiri tidak
memberikan informasi yang jelas. (5) Tidak menggunakan koreksi radiometrik.
Jadi kemungkinan kesalahan terjadi akan lebih besar
4.2. Peta Hasil Klasifikasi dengan
Metode Terbimbing
Gambar 4. Peta hasil metode terbimbing
Kekurangan
:
Adapun kekurangan dari peta ini adalah: (1).
Judul peta, dalam peta tersebut tidak disebutkan judul peta tersebut,sehingga
pembaca akan susah untuk mengetahui lansung isi dari peta tersebut dengan cepat.
(2). Tahun Pembuatan Peta, dalam peta tersebut tidak disebutkan tahun pembuatan
petanya kapan, hanya menyebutkan siapa pembuat petanya. (3). Kurangnya
informasi simbol, Maksudnya yaitu dalam peta hanya memperlihatkan simbol
tentang sebaran lamun dan simbol daratan saja. Padahal dijelaskan bahwa sebaran
lamun itu sendiri memilki faktor pembatas. (4).
Pada legenda “kelas lain” itu sendiri tidak memberikan informasi yang
jelas dan juga warna dari legendanya tidak jelas. (5). Tidak menggunakan
koreksi radiometrik. Jadi kemungkinan kesalahan terjadi akan lebih besar.
4.3. perbandingan dengan
jurnal pembanding
jurnal pembanding berfungsi untuk mengoreksi kesalahan dan kekurangan masing-masing demi perbaikan selanjutnya. Dalam paper ini juga diambil peta padang lamun menggunakan citra satelit untuk melihat kekurangan dan kelebihannya. Adapun peta perbandingan disajikan pada Gambar 5.
jurnal pembanding berfungsi untuk mengoreksi kesalahan dan kekurangan masing-masing demi perbaikan selanjutnya. Dalam paper ini juga diambil peta padang lamun menggunakan citra satelit untuk melihat kekurangan dan kelebihannya. Adapun peta perbandingan disajikan pada Gambar 5.
Gambar 5. Peta
perbandingan
Kekurangan
:
Adapun kekurangan daripeta ini adalah:
(1). Judul peta dalam peta tersebut tidak disebutkan judul peta
tersebut,sehingga pembaca akan susah untuk mengetahui lansung isi dari peta
tersebut dengan cepat. (2). Tahun Pembuatan Peta dalam peta tersebut tidak
disebutkan tahun pembuatan petanya kapan, hanya menyebutkan siapa pembuat petanya.
(3). Kurangnya informasi simbol, Maksudnya yaitu dalam peta hanya
memperlihatkan simbol tentang sebaran lamun dan simbol daratan saja. Padahal
dijelaskan bahwa sebaran lamun itu sendiri memilki faktor pembatas. (4).
Legenda Peta, dimana legenda yang digunakan tidak tertera pada peta. (5) Warna
Simbol, Warna yang digunakan sangat tidak mencolok, sehingga sedikit lebih
susah membacanya jika warna simbol yang digunakan lebih bervariasi.
5. Kesimpulan
Berdasarkan pengolahan citra satelit ALOS dan ASTER diketahui sebaran
lamun di Pulau Pari tumbuh mengelilingi gugus Pulau Pari.Luas ekosistem lamun yang diperoleh dari pengolahan citra ALOS dengan metode klasifikasi tak
bimbing adalah
1.641 km2 dengan akurasi 71.01%.Dengan penajaman oritma Lyzenga dengan klasifikasi terbimbing diperoleh luas ekosistem lamun
73 km2 dengan nilai akurasi 62.32
%. Pada citra ASTER
dengan metode
sifikasi tak terbimbing diperoleh luas 1.794 km2 dan nilai akurasi 68.11 % .dengan klasifikasi terbimbing diketahui luas lamun adalah 1.389 km2 dan nilai
urasi 60.87%.
Pemetaan lamun dengan citra ALOS memiliki nilai akurasi yang lebih tinggi dari pemetaan dengan menggunakan citra ASTER.
Kesimpulan dari hasil perbandingan kedua jurnal adalah
jurnal acuan dan jurnal pembanding sama-sama memiliki kekurangan dan kelebihan
masing-masing tetapi dari kedua jurnal, jurnal acuan lebih baik dari jurnal
perbandingnya karena metode yang digunakan ada dua sehingga informasi tentang
padang lamun lebih jelas dan pemverian warna pada peta lebih menarik dan mudah
dipahami.
DAFTAR PUSTAKA
Bengen DG. 2002. Ekosistem dan sumberdaya alam pesisir
dan laut serta prinsip pengelolaannya. Bogor: Pusat Kajian Sumberdaya Pesisir
dan Lautan, IPB.
GreenPE, Mumby PJ, Edwards AJ, Clark CD.2000.Remote
Sensing Handbook for Coastal Management.United Nations Educational, Scientics,
and Cultural Organization. Paris. Perancis Hutagalung HP, Rozak A. 1997.
Penentuan kadar fosfat, nitrat, dan kandungan oksigen terlarut. Dalam: HP.
Hutagalung, D. Setiapermana, dan S.H. Riyono (Ed). Metode Analisis Air laut,
sedimen, dan Biota. Puslitbang Oseanologi-LIPI. Jakarta. 182 hal.
Nybakken JW.1998. Biologi Laut: Suatu Pendekatan
Ekologis. Alih Bahasa: M. Eidman, Koesoebiono, M. Htomo, dan S. Sukardjo. PT.
Gramedia Pustaka
utama, Jakarta.
PurwadiSH. 2001.
Interpretasi citra digital. PT. Grasindo. Jakarta, Indonesia.
Silfiana, 2010. Pemetaan Lamun dengan Menggunakan Citra
Satelit ALOS di perairan Pulau Pari. Skripsi. Program Studi Ilmu dan Teknologi
Kelautan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor. 50
hal.
Supriyadi IH. 2009. Pemetaan kondisi lamun dan bahaya
ancamannya dengan menggunakan citra ALOS dipesisir selatan, Bitung-Manado,
Sulawesi Utara.
Oseanologi
dan Limnologi di Indonesia, 34(3): 445-459.